14 Oktober, 2018

Hukum Wacana Donor Darah Dalam Islam

Hukum Donor Darah

Allamah Muhammad bin Ibrahim Aali Syaikh rahimahullah      secara khusus menjawab pertanya Hukum Tentang Donor Darah Dalam Islam

 

Apa hukumnya donor darah?

Alhamdulillah, Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Ibrahim Aali Syaikh rahimahullah secara khusus menjawab pertanyaan di atas sebagai berikut:
Ada tiga masalah yang harus dibicarakan untuk menjawab pertanyaan di atas: Pertama: Siapakah orang yang mendapatkan darah yang didonorkan itu?
Kedua: Siapakah orang yang mendonorkan darahnya itu?
Ketiga: Instruksi siapakah yang dipegang dalam pendonoran darah itu?

Masalah pertama: Yang boleh mendapatkan darah yang didonorkan ialah orang yang berada dalam keadaan kritis alasannya ialah sakit ataupun terluka dan sangat memerlukan suplemen darah. Dasarnya ialah firman Allah Ta'ala:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan hewan (yang dikala disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. (QS. 2:173)

Dalam ayat lain Allah berfirman:
Maka barangsiapa terpaksa alasannya ialah kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 5:3)

Dalam ayat lain Allah juga berfirman:
"Dan sungguh telah dijelaskan kepadamu apa-apa yang diharamkan atasmu kecuali yang terpaksa kau memakannya."

Bentuk pengambilan dalil dari ayat di atas sebetulnya jikalau keselamatan jiwa pasien alasannya ialah sakit atau luka sangat tergantung kepada darah yang didonorkan oleh orang lain dan tidak ada zat masakan atau obat-obatan yang sanggup menggantikannya untuk menyelamatkan jiwanya maka dibolehkan mendonorkan darah kepadanya. Dan hal itu dianggap sebagai pinjaman zat masakan bagi si pasien bukan sebagai pinjaman obat. Dan memakan masakan yang haram dalam kondisi darurat boleh hukumnya, ibarat memakan bangkai bagi orang yang terpaksa memakannya.

Kedua: Boleh mendonorkan darah kalau tidak menjadikan ancaman dan akhir jelek terhadap si pendonor darah, menurut hadits Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam :
"Tidak boleh melaksanakan sesuatu yang membahayakan jiwa dan tidak boleh pula membahayakan orang lain."

Ketiga: Instruksi yang dipegang dalam pendonoran darah itu ialah isyarat seorang dokter muslim. Jika tidak ada, maka kelihatannya tidak ada larangan mengikuti isyarat dokter non muslim, baik dokter itu Yahudi, Kristen ataupun selainnya. Dengan catatan ia ialah seorang yang hebat dalam bidang kedokteran dan dipercaya banyak orang. Dasarnya ialah sebuah riwayat dalam kitab Ash-Shahih sebetulnya Rasulullah menyewa seorang lelaki dari Bani Ad-Diel sebagai khirrit sementara ia masih memeluk agama kaum kafir Quraisy. Khirrit ialah penunjuk jalan (guide) yang mahir dan mengenal medan. (H.R Al-Bukhari No:2104)

Silakan lihat pemikiran Syaikh Muhammad bin Ibrahim.
Lembaga tertinggi Majelis Ulama juga mengeluarkan pemikiran berkenaan dengan duduk masalah ini sebagai berikut:

Pertama: Boleh hukumnya mendonorkan darah selama tidak membahayakan jiwanya dalam kondisi yang memang diharapkan untuk menolong kaum muslimin yang benar-benar membutuhkannya.

Kedua: Boleh hukumnya mendirikan Bank donor darah Islami untuk mendapatkan orang-orang yang bersedia mendonorkan darahnya guna menolong kaum muslimin yang membutuhkannya. Dan hendaknya bank tersebut tidak mendapatkan imbalan harta dari si sakit ataupun hebat waris dan walinya sebagai ganti darah yang di donorkan. Dan tidak dibolehkan menjadikan hal itu sebagai lahan bisnis untuk mencari keuntungan, alasannya ialah hal itu berkaitan dengan kemaslahatan umum kaum muslimin.
 
Buku Al-Idhthirar Ilal Ath'imah Wal Adwiyah Al-Muharramah karangan Ath-Thariiqi hal 169.
◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Best Patner

Copyright © 2012. KEBEBASAN - All Rights Reserved B-Seo Versi 3 by Blog Bamz